Dunia Islam sangat lemah karena terpecah-pecah. Mulai dari zaman dulu sampai sekarang, kita sering mendengar dan melihat para pemerintah negara-negara Islam atau negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim saling membantah, saling mengecam, bahkan saling berperang. Lihat saja: Irak dengan Iran dan Kuwait, Libya dengan Arab Saudi, juga konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Lingkup dalam negara juga tidak kalah besar seperti perang saudara di Suriah. Atau tentu belum lama ini terjadi tragedi Sampang antara Sunni dan Syiah di Indonesia.
Perselisihan ini membuat kaum Muslimin, yang dulunya pernah menjadi kekuatan besar dunia dan memberikan kedamaian bagi dunia, menjadi sangat lemah. Persis seperti yang difirmankan Allah:
“Dan janganlah kamu berselisih, maka kamu jadi lemah dan hilang kekuatanmu…” (Al Anfaal: 46)
Kenapa perpecahan bisa terjadi? Ada banyak sebabnya. Secara sederhana bisa dibagi dua: sebab yang berasal dari dalam dan sebab yang berasal dari luar. Faktor yang berasal dari dalam inilah yang sebenarnya paling berbahaya, karena penyebab dari dalam inilah yang membuat sebab dari luar menjadi begitu efektif.
Sebab dari luar adalah konspirasi dan fitnah yang disebarkan oleh musuh-musuh, sehingga umat Islam saling mencurigai dan menyalahkan. Wilayah Islam dipecah-pecah dengan imbalan bantuan ekonomi, teknologi, bahkan dukungan politik. Perang yang terjadi antar umat Islam hanya sekedar pasar bagi produsen senjata dunia. Wilayah Islam terpecah-pecah dan masing-masing pihak sangat tergantung pada pihak asing. Akhirnya, umat Islam sendiri yang menjadi korban.
Sebab dari dalam, yang paling berbahaya, adalah egoisme dan fanatisme kelompok (ashobiyah, qaumiyah, chauvinisme). Masing-masing pihak merasa paling benar dan yang lain selalu dianggap salah. Idealisme masing-masing pun tidak atas dasar Islam, namun berperang atas nama Arabisme, sekulerisme, komunisme, atau sekedar gengsi. Tiap kelompok merasa mereka yang paling benar. Meskipun kebenaran adalah kata yang relatif, tetapi jika sudut pandang melihat kebenaran berasal dari masing-masing ide, maka memang tidak akan ada kata sepakat untuk kebenaran. Akan berbeda jika semuanya melihat dari sudut pandang Islam.
“Dan sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah ia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang (lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikanmu dari jalanNya.” (Al An’am: 153)
Kalau hal ini terus berlangsung, yang akan terjadi adalah umat Islam selamanya akan menjadi korban kebodohan mereka sendiri. Segala perang dan permusuhan tentu tidak akan membawa pada kebaikan. Akan ada lebih banyak pengangguran daripada penduduk dewasa yang bekerja dan berkarya. Anak-anak akan tumbuh dalam ketakutan alih-alih belajar di sekolah. Generasi baru yang akan lahir pun dikandung dari ibu yang kekurangan makanan bergizi sehingga kecerdasannya patut dikhawatirkan. Lantas bagaimana nasib dunia Islam kedepannya?
Pihak-pihak berselisih pada dasarnya memiliki banyak energi yang sayangnya disalurkan untuk peperangan. Padahal energi ini bisa menjadi modal utama untuk menyelesaikan permasalahan penduduknya, misalnya kemiskinan, kelaparan, standar pendidikan, hingga pengangguran. Mereka juga memiliki banyak aset, dalam hal ini dana, yang juga sayangnya digunakan untuk berperang. Siapa yang tidak tahu bahwa alat-alat militer harganya sangat mahal. Bahkan banyak negara yang bangkrut hanya karena peperangan. Kenapa tidak menyalurkan energi dan sumber uang yang banyak itu untuk membangun sekolah-sekolah, madrasah, perpustakaan, atau rumah sakit untuk memperbaiki hidup penduduk masing-masing negara?
Kedengarannya normatif, namun barangkali duduk bersama untuk membicarakan masa depan kedua belah pihak tanpa saling memaksakan kehendak adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri kebodohan tanpa akhir ini. Tiap manusia pasti berbeda, apalagi negara. Kenapa tidak sepakat saja untuk berbeda. Memahami bahwa masing-masing pihak berbeda dan bersatu dengan Islam. Tanpa persatuan, tidak mungkin pihak luar akan mampu memecah belah umat muslim. Tanpa persatuan, mustahil akan ada kedamaian bagi dunia. Tanpa persatuan, mustahil untuk menciptakan kejayaan Islam kembali. [nad]
View the Original article
0 comments:
Post a Comment