Masih berbekal rasa ingin tahu tentang pendapat dari non Muslim di Indonesia terkait toleransi antar umat beragama, saya lakukan perbincangan kedua. Teman saya ini, sebut saja Sekar, merupakan non Muslim beragama Hindu. Sekar sendiri berasal dari Bali, tapi tinggal di Jogja sejak kecil dan sekarang pindah ke Bali karena pekerjaan. Agama Hindu merupakan minoritas di Indonesia, tapi merupakan agama mayoritas di Bali. Dalam diskusi ini kami membicarakan tentang kehidupan beragama di Indonesia, dan bagaimana pendapatnya tentang hidup di Indonesia sebagai non Muslim yang mana menjadi kelompok minoritas dalam hal agama.
(Saya) : Menurutmu kehidupan beragama di Indonesia gimana, Kar?
Kan kamu sebagai non Muslim mungkin punya pendapat sendiri gitu,
atau mungkin ada unek-unek juga?
(Sekar) : Sebenarnya tergantung daerah sih.
Tiap UMAT agama pasti punya ego sendiri terhadap agamanya.
*padahal agamanya sendiri baek-baek aja.
Kadang yang suka lebay itu malah umatnya.
Aku pernah ketemu GM hotel, dia dari Malaysia.
Dia Muslim dan sangat open minded terhadap agama apapun.
Dia bilang ginii, “My religion is my bussiness between me and God,
other person no need to know“. Mantaf.
Dia bilang, “Saya ini juga masih dalam pencarian juga sebenarnya
Tuhan itu bentuknya gimana. Kalo saya ngomong gini di sana *Malaysia,
mungkin udah di beleh saya”. Hahah….lucu to.
Aku kaget! ternyata dia muslim tapi open minded banget. Keren.
(Saya) : Wah, keren tuh orang, dan emang bener sih.
Terus kalo kamu sendiri pernah merasa nggak nyaman, nggak?
(Sekar) : Ga nyaman terhadap apa?
(Saya) : Mungkin waktu di Jogja kan mayoritas muslim gitu, trus ya gimana kek…hahhah.
(Sekar) : Oh, tergantung mereka nya. Hahah.
Bahkan sama agamaku sendiri kalo terlalu fanatik aku ga nyaman juga.
Pernah tuh aku dateng ke suatu acara. Ra dong tenan aku.
Berasa tersesat di suatu aliran geje.
Pokoknya semua agama apa pun termasuk agamaku kalo terlalu fanatik,
aku ga nyaman. Hahhahah.
(Saya) : Terus kalo menurutmu kehidupan beragama di Indonesia itu rukun-rukun aja,
atau mengalami kemunduran, atau gimana?
(Sekar) : Mundur kayaknya. -,-
(Saya) : Semakin banyak yang fanatik-fanatik, ya?
(Sekar) : Hu uh. Wih, bahasannya sore-sore berat cuy. Ahahahha.
(Saya) : Hahaha.
(Sekar) : Iya apalagi FPI itu, aduuh, ngga ngerti deh.
-__-:”
Indonesia kan negara 5 agama.
(Saya) : Ada 6 malahan sekarang.
(Sekar) : Yaudah ga usah ngatur-ngatur. Emang mereka siapa..
—__—”
(Saya) : Tapi kalo dalam kehidupan sehari-hari kamu merasa nyaman-nyaman aja gak?
(Sekar) : Nyahahah, nyaman2 aja sih.
(Saya) : Berarti cuma yang di tivi-tivi aja ya, yang bikin males?
(Sekar) : Iye.
(Saya) : Terus buat kamu, hidup di Bali yang mayoritas Hindu sama hidup di Jogja yang
mayoritas muslim beda banget gak?
(Sekar) : Beda. Ahahaha.
(Saya) : Ahahha…lebih suka yang mana?
(Sekar) : Dari apanya dulu nih…
(Saya) : Kalo dari orang-orangnya?
(Sekar) : Aku sukaan Jogja. T-T. Tapi kalo kayak mau makan aapaa gitu kan di sini ada
babi, bahahah..
Pura banyak.
(Saya) : Hahahha.
(Sekar) : Bener. Orang-orang sini tuh style-nya dah kebawa bule. -,-
(Saya) : Berarti nggak menjamin orang yang mayoritas seagama lebih nyaman juga, ya?
(Sekar) : Yohaii.
(Saya) : Wah, oke deeeh, Kar. Tengkyuuuu.
Jawabanmu okeee, nyahahah.
(Sekar) : Ok . Selamat berbuka.
(Saya) : Maksiiih.
Dari perbincangan dengan teman saya ini ada fakta menarik bahwa lingkungan dengan orang-orang yang seagama tidak berarti lebih menyenangkan, dan sebaliknya. Mungkin teman saya lebih nyaman tinggal di Jogja karena memang dia sejak kecil hidup di Jogja. Tapi saya pernah ngobrol dengan seorang bapak-bapak di pesawat dari Bali menuju Jogja. Beliau ini dari Bali, sepertinya orangnya memang mobile sekali. Beliau mengatakan kalau lebih menyukai kehidupan Jogja dibanding Bali atau Jakarta. Saya tidak menyimpulkan bahwa hidup di Bali atau di Jakarta itu tidak menyenangkan, sama sekali tidak, justru sangat menyenangkan, bahkan banyak orang dari berbagai negara menetap di Bali. Hidup di Bali itu serasa liburan tiap hari. Bali dan Jogja disini hanya sebagai contoh, silakan anda ganti dengan kota-kota lainnya, apa pun di seluruh dunia. Saya hanya menekankan bahwa untuk seorang non muslim, belum tentu hidup paling nyaman itu ditengah-tengah masyarakat yang seagama dengannya, dan sebaliknya, hal ini sangat tergantung dengan kondisi lingkungan tersebut. Dan yang jelas, tidak ada yang menyukai ke-fanatik-an.
View the Original article
0 comments:
Post a Comment