Pentingnya Menjaga Rasa Malu

on Thursday, December 6, 2012

simbol

Bagaimanakah anda mengartikan rasa malu? Seringkali rasa malu dianggap sebagai penghambat kemajuan, pengekang kebebasan, kolot, kampungan dan tidak gaul. Konsep ‘malu’ sendiri akhirnya tergeser menjadi setara dengan rasa minder, rendah diri dan tidak percaya diri. Padahal rasa malu yang sesuai dengan agama Islam adalah perasaan yang muncul di dalam diri seseorang yang mampu menghalanginya dari perbuatan buruk.

Rasa malu ini berbeda dengan perasaan minder dan tidak percaya diri. Justru Allah SWT menyukai umat islam yang kuat baik mental maupun fisik. Jika mental menjadi kuat, mereka bisa tabah, berani dan percaya diri dalam menghadapi segala tantangan. Demikian pula dengan fisik yang kuat, umat islam mampu melaksanaka ibadah dan bekerja untuk mencukupi nafkah secara optimal.

Rosulullah bersabda:

“SESUNGGUHNYA setiap agama mempunyai akhlak dan sesungguhnya akhlak Islam adalah malu,”(HR. Ibnu Majah)

Akhir-akhir ini, manusia mulai mengabaikan pentingnya rasa malu. Dengan berdalih kebebasan berekspresi, mereka berbuat segala sesuatu tanpa memikirkan pentingnya rasa malu. Bertelanjang di pantai bukan lagi hal yang memalukan, melainkan perkara yang wajar. Menyingkap busana di majalah tidak serta merta membuat mereka malu dan terhina, melainkan bangga karena tubuh mereka telah dilihat oleh jutaan orang yang membaca majalah tersebut.

Aurat harus ditutupi, bukan dipamerkan pada khalayak ramai. Orang yang mengabaikan rasa malu tidak akan peduli pada konsep aurat. Rosulullah bersabda:

“Sesungguhnya Allah Maha lembut, Maha malu dan Maha menutupi, Dia menyukai sifat malu dan menutupi, maka jika salah seorang dari kalian mandi, hendaknya dia menutup diri.”

Rosulullah, seorang panglima pemberani, merupakan sosok yang pemalu. Beliau tidak pernah melewatkan satu malam pun tanpa sembahyang tahajud. Ini beliau lakukan karena rasa malu yang begitu besar kepada Allah SWT yang telah memberi nikmat yang begitu banyak pada beliau. Oleh sebab itu, beliau malu untuk menghabiskan waktu malam hanya untuk tidur saja.

Masih ingat kisah Isra’ dan Mi’raj? Sebuah kisah yang tak terlupakan sepanjang zaman dimana Rosulullah SAW diangkat ke langit dan menerima perintah untuk menunaikan sholat 5 waktu. Pada mulanya, Allah SWT memerintahkan beliau untuk menunaikan sholat 50 kali sehari. Namun atas saran nabi Musa AS, beliau kembali menghadap Allah SWT untuk mengajukan keringanan.

Alhasil, setelah berkali-kali menghadap Allah SWT untuk mengajukan keringanan sholat hingga akhirnya mencapai batas 5 kali sehari, Rosulullah menolak saran nabi Musa AS untuk mengajukan keringanan sholat lagi karena rasa malu yang besar. Beliau berkata “Saya malu kepada Tuhanku”. Subhanallah, nabi besar yang terkenal akan akhlak yang mulia ini begitu kokoh mempertahankan rasa malunya. Lalu, bagaimana dengan kita? Hendaknya kita meniru perbuatan Rosulullah SAW dengan menjaga rasa malu dan mengikuti teladannya.

Ummul Mukminin, Aisyah r.a, menceritakan perangai mulia Rosulullah SAW dalam kehidupan sehari-harinya. Disitu tergambar dengan jelas bahwa beliau merupakan sosok yang pemalu. Beliau selalu berbicara baik, tidak suka berkata jorok, dan tidak suka berteriak-teriak di pasar.

Rosulullah bersabda:

Malu itu termasuk dari iman, dan iman itu di dalam surga, keburukan ucapan termasuk sikap tidak peduli (kurang ajar) dan sikap tidak peduli itu adalah di neraka (HR. Tirmidzi)

Dengan rasa malu, mulut kita terjaga dari perkataan buruk dan  ucapan yang menjelek-jelekkan orang lain. Rasa malu mampu mengekang keinginan untuk ujub dan sombong sebab lisan terjaga dari perkataan yang membanggakan diri sendiri. Pada dasarnya, rasa malu adalah alarm yang menjadi pengingat untuk terus berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan.  Oleh sebab itu, jangan pernah tinggalkan rasa malu!

About the author



View the Original article

0 comments: