Dalam artikel sebelumnya diceritakan bahwa di Belanda, khususnya kota Groningen terdapat dua masjid, yaitu masjid komunitas Turki dan masjid komunitas Maroko. Pada artikel ini, akan diceritakan tentang masjid komunitas Turki dan pada artikel selanjutnya akan diceritakan juga mengenai masjid komunitas Maroko.
Masjid komunitas Turki sebenarnya memiliki nama resmi, yaitu “Eyup Sultan Camii: Turkse Islamitische Culturele Vereniging”, yang mana tertulis di pintu gerbang masjid tersebut. Nama Eyup Sultan Camii merujuk pada masjid terindah dan termegah yang ada di Turki. Orang Indonesia biasa menyebut masjid ini dengan sebutan masjid komunitas Turki karena jamaah di sana didominasi oleh warga Turki.
Bangunan masjid ini dulunya adalah gereja, tapi karena gereja ini kekurangan jamaah, maka bangunan ini pun disewakan pemerintah kota kepada warga Turki. Di Groningen sendiri (dan Belanda pada umumnya) terdapat banyak sekali gereja yang kekurangan jamaah. Kondisi ini mirip dengan Indonesia yang memiliki banyak masjid, tapi sepi peminat (baca: jamaah). Kita berharap semoga tidak ada satupun rumah Allah di Indonesia yang gulung tikar dan disewakan menjadi gereja.
Bangunan masjid ini terdiri dari dua lantai. Lantai satu yang disewa oleh warga Turki digunakan untuk tempat ibadah, sedangkan lantai dua (disewa pihak lain) digunakan untuk tempat bermain futsal. Maka jangan heran jika sedang sholat, anda akan mendengar suara hentakan kaki yang cukup keras di atas kepala anda. Masjid ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu toko, tempat wudhu, toilet, ruang menonton tv, ruang kantor, ruang rapat (pertemuan) sekaligus ruang olahraga, dan ruang utama untuk sholat.
Toko di masjid ini tidak buka setiap hari, hanya hari tertentu saja ketika jamaah sedang banyak berdatangan, misalnya hari Jumat. Toko ini menjual berbagai macam makanan, buah-buahan, dan sayuran yang semuanya halal. Penjual di toko ini adalah orang Turki. Dia hanya berbahasa Turki dan Belanda. Jika anda tidak bisa keduanya, maka anda bisa menggunakan bahasa isyarat.
Tempat wudhu di masjid Turki sangat kecil, hanya berkapasitas tiga orang. Uniknya, tempat wudhu di sini berbentuk wastafel yang tingginya sudah disesuaikan. Di depan wastafel disediakan kursi untuk duduk. Jadi, jamaah berwudhu dalam posisi duduk. Di sini juga disediakan tisu untuk mengelap kaki agar tidak basah ketika memasuki ruang sholat.
Ruang menonton tv biasa digunakan jamaah untuk kumpul-kumpul setelah atau sebelum sholat. Masjid Turki ini hanya buka pada waktu-waktu sholat, biasanya setengah jam sesudah dan sebelum waktu sholat. Di luar waktu itu, masjid akan dikunci dari luar. Maka dari itu, jamaah tidak bisa berkumpul lama-lama di ruangan ini, kecuali pada hari Jum’at. Pada hari ini, masjid dibuka hampir seharian sehingga jamaah bisa bersilaturahim lebih lama. Setiap selesai sholat Jum’at, biasanya takmir atau DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) menyediakan makanan ringan dan buah-buahan gratis yang bisa disantap bersama-sama. Selain itu, satu hal lain yang menarik pada hari Jum’at di masjid ini adalah khutbah Jum’atnya yang menggunakan bahasa Turki. Sekali lagi, karena jamaah di masjid ini didominasi oleh warga Turki dan masjidnya pun sebenarnya adalah “milik” mereka, maka khutbahnya pun menggunakan bahasa mereka. Kadang hal ini bisa disalahgunakan menjadi argumen kuat bagi para jamaah non Turki yang suka tertidur ketika khotib naik mimbar.
Ruang selanjutnya yang ada di dalam masjid ini adalah ruang kantor. Ruang ini sebenarnya jarang digunakan karena masjid pun jarang dibuka, meskipun tetap ada kegiatan operasional yang dilakukan. Sedangkan ruang pertemuan biasanya digunakan untuk acara-acara khusus (biasanya dipakai untuk pertemuan orang-orang Turki). Di ruangan ini juga ada beberapa alat olahraga, seperti meja billiard, meja ping-pong, dan permainan sepak bola mini yang dimainkan dengan tangan.
Terakhir, ruang utama masjid. Ruang ini berkapasitas cukup besar, yaitu sekitar 200 orang. Di bagian belakang ada ruangan lagi untuk jamaah perempuan. Ruang utama ini beralaskan karpet merah yang sangat tebal. Typically Turkish (sangat Turki sekali). Ruangan ini sangat bersih dan nyaman. Jamaah yang mau masuk ke ruangan utama diharuskan memakai kaos kaki. Peraturan ini secara jelas dituliskan di pintu masuk ruang utama. Bagi jamaah yang berani melanggar akan ditegur oleh takmir baik dalam bahasa Turki atau pun Belanda.
Di dalam ruangan utama ada ruangan kecil yang digunakan oleh imam untuk mengganti pakaian. Imam di masjid ini memiliki seragam khusus untuk memimpin sholat berjamaah. Seragam yang digunakan bentuknya seperti jubah sultan dalam film-film. Ditambah dengan penutup kepala yang khas, penampilan imam tak ubahnya penampilan seorang sultan. Performa Turki memang terlihat sedikit berbeda daripada umat Islam lainnya. Mereka terlihat lebih mewah. Performa seperti itu bisa jadi merupakan sisa-sisa peninggalan kejayaan kesultanan yang telah runtuh.
View the Original article
0 comments:
Post a Comment