Perempuan Dalam Perspektif Islam #3: Meluruskan Tuduhan Feminis

on Sunday, January 6, 2013

Beberapa tokoh feminis menyatakan bahwa berbagai aturan dalam Islam seringkali merugikan perempuan. Misalnya saja tentang pembagian harta warisan dimana perempuan hanya mendapat setengah dari bagian laki-laki. Ketentuan ini seringkali dijadikan senjata kaum feminis untuk mendiskreditkan Islam.

Menghadapi kenyataan tersebut, Allah sebenarnya telah memerintahkan masing-masing pihak (laki-laki dan perempuan) untuk sama-sama bersikap ridha terhadap adanya pengkhususan kepada salah satu pihak. Allah juga melarang bersikap saling iri dan dengki serta berangan-angan terhadap apa yang telah Allah karuniakan atas yang lain. Allah swt berfirman:

“Janganlah kalian iri terhadap apa yang telah Allah karuniakan kepada kalian atas yang lain. Bagi kaum pria ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi kaum wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan.” (Terjemah Q.S An-Nisaa’: 32).

Ada beberapa riwayat hadits mengungkapkan sebab turunnya ayat di atas. Dalam sebuah riwayat dari at-Tirmidzi dan Hakim dikemukakan bahwa Ummu Salamah berkata, “Kaum laki-laki berperang, sedangkan wanita tidak, dan kita hanya mendapat setengah bagian warisan laki-laki.” Kemudian dalam riwayat lain dikemukakan bahwa seorang wanita mengadu kepada Nabi saw dengan berkata, “Ya Nabiyallah! Laki-laki mendapat dua bagian kaum wanita dalam waris dan dua orang saksi wanita sama dengan seorang saksi laki-laki. Apakah dalam beramal pun demikian juga?” (yaitu amal baik seorang wanita mendapatkan pahala setengah dari jumlah pahala laki-laki). Maka Allah turunkan ayat tersebut sebagai penegasan bahwa laki-laki dan wanita akan mendapatkan imbalan yang sama sesuai dengan amalnya (Muslikhati, 2004).

Dari ungkapan kalimat “gugatan” beberapa shahabiyah tersebut, sangat jelas bahwa mereka tidak merasakan iri dengki dari peran mereka sebagai perempuan, tapi lebih ke arah penilaian (perolehan pahala dari sisi Allah). Semangat umat Islam di masa-masa awal sangatlah tinggi dalam upaya beramal yang akan mendatangkan keridhaan Allah sehingga ketika menyikapi perbedaan hukum, bukan eksistensi diri pribadi yang mereka pertanyakan tetapi bagaimana kedudukan di hadapan Allah (Muslikhati, 2004).

Selain itu, Allah swt juga membebani hukum-hukum tertentu kepada pria saja atau kepada wanita saja, dengan karakteristik masing-masing. Misalnya saja dalam hal mencari nafkah. Islam telah membebankan kewajiban kepada suami (pria) untuk memberi nafkah istri, sedangkan tanggung jawab pengaturan rumah tangga kepada istri (wanita). Maka, berdasarkan ketentuan tersebut, hukum pembagian harta waris yang memberikan laki-laki dua bagian dari hak waris wanita menjadi jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi.

Kesetaraan dalam Urusan Spiritual

Pada beberapa agama di luar Islam, kaum perempuan harus berjuang untuk mendapatkan hak-haknya. Dalam banyak kasus, perjuangan mereka ternyata masih berlangsung hingga saat ini. Berbeda dengan Islam yang telah memberikan hak-hak kaum perempuan secara adil sehingga mereka tidak perlu meminta, apalagi menuntut atau memperjuangkannya. Allah swt berfirman:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Terjemah Q.S Al-Ahzab; 35).

Dalam ayat di atas, disebutkan sejumlah sifat yang dianggap baik oleh Islam. Akan tetapi, pesan utama yang hendak disampaikan ayat tersebut adalah bahwa sifat-sifat baik itu dapat dimiliki oleh kedua pihak, baik kaum laki-laki dan perempuan. Sebagai manusia, kedua pihak mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Pahala dan kebaikan di Hari Akhir pun disediakan bagi kaum laki-laki dan perempuan. Setiap individu akan dihisab berdasarkan perbuatan yang mereka lakukan di dunia. Jenis kelamin sama sekali tidak dipertimbangkan dalam masalah ini (Patel, 2005).

Referensi

Muslikhati, Siti. 2004. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Patel, I. A. 2005. Perempuan, Feminisme, dan Islam. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.



View the
Original article

0 comments: