Bagi sebagian besar orang, pertama kali mengunjungi Masjid Assyafaah ini mungkin akan sedikit heran dengan bentuk dan gaya arsitekturnya. “Tidak terlihat seperti masjid”. Memang benar, gaya arsitektur kontemporer yang terlihat sangat modern pada masjid ini memang membuatnya tidak terlihat seperti masjid pada umumnya, baik masjid-masjid di kawasan Asia Tenggara sendiri maupun masjid-masjid kebanyakan di seluruh dunia. Lagi-lagi, seperti yang banyak diangap oleh orang awam, masjid identik dengan kubah dan bentuk-bentuk yang sangat ke-Timur Tengah-an.
Desain Masjid Assyafaah ini mencoba menyatu dengan lingkungannya di Sembawang Estate, bagian utara Singapura. Dengan keadaan masyarakat yang multi etnis, maka desain pun mencoba berharmonisasi dengan keberagaman tersebut. Sengaja tidak menghadirkan arsitektur Melayu maupun Timur Tengah, tetapi justru gaya kontemporer yang modern. Pilihan ini diharapkan akan selaras dengan lingkungan sekitar yang kebanyakan merupakan bangunan modern bertingkat-tingkat seperti apartmen, sehingga masjid ini tidak menjadi sesuatu yang kontras dan aneh di tengah-tengah kawasan tersebut.
Sebagai bangunan yang mencoba kontekstual dengan lingkungan, budaya, dan zaman, elemen-elemen modern seperti material fabrikasi sangat menonjol pada Masjid Assyafaah ini. Dominasi material beton pada struktur utama dikombinasikan dengan penggunaan alumunium dan baja pada detail-detail arsitektur, serta penggunaan kaca menjadi daya tarik tersendiri bagi masjid ini. Pola-pola Arabesque pun muncul dengan “cara” baru pada bangunan. Pola-pola ini muncul dengan pengulangan bentuk geometris dengan material alumunium, baik pada kulit bangunan maupun detail interior. Penggunaan kaca juga banyak digunakan untuk memasukkan sinar matahari sebagai pencahayaan alami, terutama pada tangga. Panas yang diakibatkan oleh penggunaan kaca ini disiasati dengan sistem louvre/ krepyak pada jendela-jendela kaca sehingga sirkulasi udara dapat terjadi dengan baik. Minaret masjid pun tampil modern dengan penggunaan lempeng baja rusted yang disusun sedemikian rupa, disimbolkan sebagai bentuk huruf “alif”.
Masjid Assyafaah ini terdiri dari 4 lantai dan 1 basement. Fungsi yang diwadahi dalam bangunan ini tidak hanya untuk tempat ibadah, tetapi juga dilengkapi perpustakaan, kursus keagamaan, dan taman pendidikan islam untuk anak-anak. Penataan fungsi-fungsi pun ditata secara vertical. Lantai keempat dan ketiga lebih difungsikan untuk keperluan pendidikan. Sedangkan lantai pertama dan kedua merupakan tempat ibadah dengan ruangan didesain terbuka, sehinga penghawaan alami pun menjadi optimal. Bahkan untuk basement pun diusahakan 25% menggunakan penghawaan alami. Hal ini menghasilkan penghematan energy yang sangat berpengaruh dalam jangka panjang. Hal yang menarik di lantai pertama adalah struktur lengkung yang berperan sebagai kolom sekaligus balok penyangga. Hal ini sangat kontras dengan bentuk-bentuk pada Masjid Assyafaah ini yang dominan garis-garis vertical maupun horizontal. kehadiran bentuk lengkung ini juga sebagai pengarah ke mihrab. Dinding mihrab didesain menerus dari lantai empat, dengan cahaya memancar dari skylight memberikan kesan agung sebagai sebuah bangunan ibadah. Kesan agung yang sederhana ini berhasil menjadi point of interest pada ruangan utama tersebut.
Karena sebenarnya Islam tidak pernah menunjuk pada sebuah kebudayaan tertentu, maka arsitektur bangunan Islam pun tidak pernah menunjuk pada suatu langgam arsitektur tertentu. Nilai-nilai islam yang bersifat universal pastinya dapat diaplikasikan pada semua budaya, wilayah, dan zaman, asalkan sesuai dengan syariat Islam. Hal inilah yang coba diangkat oleh Forum Architect, designer Masjid Assyafaah. Menghadirkan arsitektur yang sesuai dengan zaman dan budaya dimana bangunan tersebut didirikan. Seperti pernyataan sang arsitek, “ Wajah modern dari masjid ini memberikan kesan bahwa Muslim itu ‘jauh dari terorisme’ karena modernitas berlawanan dengan fundamentalis Muslim.”
View the Original article
0 comments:
Post a Comment